Pidana Mati: Tinjauan KUHP 2023 dan Konsepsi HAM
Pidana mati menjadi salah satu isu krusial dalam pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP 2023). Pengaturannya dalam KUHP 2023 dapat dilihat dari 2 (dua) segi.
Pertama, perumusan tindak pidana yang memuat ancaman pidana mati masih dijumpai secara alternatif sebagai upaya terakhir, misalnya, dalam tindak pidana makar, tindak pidana pembunuhan berencana, tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia (HAM), dan tindak pidana narkotika. Kedua, pidana mati masih dirumuskan dan diancamkan sebagai salah satu jenis pidana yang masih akan digunakan, bersifat khusus, dan diancamkan secara alternatif.
Pidana mati masih perlu untuk diatur lebih lanjut dalam undang-undang, yang tentunya, wajib melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna. Pidana mati tetap dipertahankan mengingat pokok pemikiran KUHP 2023 menitikberatkan pada pelindungan kepentingan masyarakat, meskipun hakikatnya bukan sarana utama untuk mengatur, menertibkan, dan memperbaiki masyarakat.
Dalam konsepsi HAM, menurut International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang diratifikasi melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005, hak untuk hidup melekat pada diri manusia dan tidak dapat dirampas secara sewenang-wenang, namun masih dapat dijatuhkan terhadap kejahatan yang paling serius dengan memperhatikan asas legalitas dan oleh pengadilan yang berwenang.
Untuk membaca selengkapnya, sila klik di sini.