Diskusi Hukum dan HAM Perdana Bahas UU ITE
KEDIRI – Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PUSKUMHAM) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri melakukan soft launching setelah resmi berdiri sekaligus memulai program “Diskusi Hukum dan HAM”. Acara tersebut dilaksanakan pada Rabu, 10 Maret 2021, pukul 19.30 WIB, secara online dengan live instagram PUSKUMHAM (puskumham_iainkediri).
“Diskusi Hukum dan HAM” merupakan salah satu program kerja PUSKUMHAM Fakultas Syariah IAIN Kediri yang akan dilaksanakan secara rutin setiap satu bulan sekali. Narasumbernya adalah para peneliti internal dan moderatornya adalah para asisten peneliti. Hal ini dilakukan untuk dapat mewujudkan visi dan misi PUSKUMHAM Fakultas Syariah IAIN Kediri, yaitu melakukan peningkatan kapasitas internal untuk mendorong terwujudnya pembentukan dan penegakan hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai HAM.
Diskusi perdana tersebut mengusung tema “Mengenai Undang-Undang ITE”. Selaku narasumber adalah Moch. Choirul Rizal (Dosen Hukum Pidana pada Fakultas Syariah IAIN Kediri dan Peneliti pada PUSKUMHAM Fakultas Syariah IAIN Kediri). Dipandu oleh moderator Sulistiana Makrifatin (Mahasiswi pada Fakultas Syariah IAIN Kediri dan Asisten Peneliti pada PUSKUMHAM Fakultas Syariah IAIN Kediri).
Meskipun dilaksankan secara online, diskusi tersebut diikuti oleh banyak peserta, yaitu tidak hanya dari internal kampus IAIN Kediri, tetapi juga dari beberapa perguruan tinggi lain serta masyarakat umum. Hal ini terlihat dari tautan daftar hadir yang dibagikan oleh panitia.
Dalam diskusi tersebut dibahas, apabila mengubah substansi UU ITE hanya sebuah wacana, maka pilihan rasionalnya adalah penegak hukum yang harus “menyesuaikan diri”, yaitu mengembalikan UU ITE yang hakikatnya sebagai hukum pidana administrasi. Oleh karena itu, salah satunya, penyelesaian perkara pidana terkait UU ITE diupayakan menggunakan pendekatan restorative justice.
Dalam akhir diskusi, terdapat 3 (tiga) rekomendasi. Pertama, penegakan hukum pidana terkait UU ITE harus berdasar pada prinsip ultimum remidium. Kedua, pembentuk UU penting untuk mengubah stelsel pidana di dalam UU ITE menjadi alternatif. Ketiga, pembentuk UU penting untuk merumuskan pasal yang menentukan bahwa pidana adalah sanksi terakhir.(mar)