Kabar

PUSKUMHAM Fakultas Syariah IAIN Kediri Hadiri Diskusi Dosen

KEDIRI – Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PUSKUMHAM) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri hadiri diskusi dosen, Rabu, 8 Mei 2024. Acara yang digelar di Aula Lantai 4 Gedung Rektorat IAIN Kediri itu diinisiasi oleh Fakultas Syariah IAIN Kediri.

Diskusi dosen kali ini dikemas untuk membedah buku berjudul “Hak-Hak Anak Biologis: Konsep, Penetapan Asal-Usul, dan Perlindungan Hukum Anak Biologis di Indonesia”. Buku tersebut ditulis oleh Hakim pada Pengadilan Agama Kabupaten Kediri dan juga Dosen Luar Biasa pada Fakultas Syariah IAIN Kediri, Dr. H. Toif, M.H. Sementara itu, Dosen pada Fakultas Syariah IAIN Kediri sekaligus Peneliti pada PUSKUMHAM Fakultas Syariah IAIN Kediri, Sheila Fakhria, M.H., didapuk menjadi moderator.

Dalam forum akademik itu, Peneliti pada PUSKUMHAM Fakultas Syariah IAIN Kediri, Moch. Choirul Rizal, menyoroti beberapa isu terkait paparan yang disampaikan oleh penulis buku. Pertama, dimungkinkannya pergeseran paradigma pencarian kebenaran melalui pembuktian dalam praktik peradilan agama, khususnya terkait penetapan asal-usul anak.

“Bisa jadi, pencarian kebenaran materiil, yang selama ini digunakan dalam praktik peradilan pidana, akan ditempuh dalam membuktikan asal-usul anak dalam praktik peradilan agama. Hal tersebut perlu agar tidak terjadi manipulasi,” ungkap pria yang juga Dosen Hukum Pidana pada Fakultas Syariah IAIN Kediri itu.

Sorotan yang kedua adalah soal biaya tes DNA yang masih relatif mahal. Menurut Rizal, begitu ia disapa, masyarakat yang berada di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia akan kesulitan untuk mengakses peradilan berbiaya ringan tatkala mengajukan permohonan asal-usul anak. “Untuk itu, secara institusional, dibutuhkan peran pengadilan agama melalui kebijakan yang dibuat oleh Mahkamah Agung,” harapnya.

Lalu, dalam sudut pandang akademis dan praktis, isu pelindungan anak sesungguhnya cukup mendapatkan legitimasinya melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sorotan yang ketiga ini didasarkan mahalnya akses peradilan sesuai amanat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU- VIII/2010, tanggal 17 Februari 2012, yang mengubah rumusan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Kita menggunakan asas lex specialis derogat legi generalis. Kalau akses peradilan mahal, undang-undang perkawinan bisa dikesampingkan. Kita pakai undang-undang soal pelindungan anak, yang bersifat khusus. Tapi, tentunya, itu hanya untuk isu pelindungan anak,” pungkasnya.

Penulis: Moch. Choirul Rizal
Editor: Rizki Dermawan